Menggantungkan Nasib Pada Buku

Poster Lomba Blog Pameran Buku Bandung 2014

Poster Lomba Blog Pameran Buku Bandung 2014

Buku adalah lambang peradaban. Semakin maju sebuah peradaban, maka tingkat kebutuhannya kepada buku semakin tinggi. Begitupun sebaliknya; sebuah masyarakat yang acuh terhadap buku bergizi dan sibuk dengan buku murahan secara konten, maka mustahil bagi masyarakat itu untuk merebut sebuah peradaban yang dibahsakan oleh al-Qur’an dengan frasa; dipergilirkan.

Membincang kualitas sebuah buku, mustahil melepaskannya dari peran penerbit yang merupakan produsen buku. Dewasa ini, penerbitan sudah beralih dari usaha rumahan menjadi sebuah industri bisnis dengan keuntungan yang amat menjanjikan.

Sedikit ulasan saja, dalam sekali cetak buku, dimana penerbit biasa meproduksi di kisaran 3.000 sampai 5.000 eksemplar perjudul. Jika biaya produksi per eksemplar adalah Rp 25.000,- maka biaya produksinya sudah mencapai angka Rp 75.000.000,- sampai Rp 125.000.000,-

Jika buku dengan biaya cetak Rp 25.000,- itu dijual di pasaran dengan harga Rp 100.000,- per eksemplar, maka didapat angka penjualan sebanyak Rp 300.000.000,- hingga Rp 500.000.000,-

Belum lagi menghitung gaji awak penerbit hingga bagian poduksi dan seterusnya. Jika kita meneliti sampai bawah -tingkat distributor terkecil-, maka dari satu buku saja bisa menghidupi banyak individu.

Belum lagi masalah kertas dan sebagainya. Sehingga, industri penerbitan ini sama sekali tidak boleh dipandang sebelah mata. Kuncinya ada pada idealisme dan fokus. Jika dua hal itu tidak ada, maka banyaknya penerbit berumur jagung adalah contoh nyata dari gagalnya mereka memeihara dan menumbuhkan niat dan fokus dalam berbisnis buku.

Lapis-Lapis Keberkahan; cetak ulang setelah 3 hari setelah diluncurkan.

Lapis-Lapis Keberkahan; cetak ulang setelah 3 hari setelah diluncurkan.

Menjadikan Buku Menarik

Kajian tentang bagaimana membuat sebuah buku menarik pembaca, tentu menjadi makanan sehari-hari bagi penerbit. Apalagi bagi penerbit besar yang memang berkutat di bidang itu.

Dalam tulisan singkat ini, ada sedikit analisa; mengapa sebuah buku menarik bagi pembaca.

  1. Petakan Pembaca

Tidak semua orang menyukai bakso. Mustahil jika semua manusia menggemari mie ayam. Tapi amat mungkin; sekumpulan masyarakat menjadi pencinta dan maniak buku.

Bagi penerbit, peta pembaca sudah pasti ada. Meliputi usia, lingkungan, tingkat pendidikan, dan sebagainya.

Maka pada penerbit-penerbit besar selalu memiliki divisi. Seperti divisi khusus buku anak, buku remaja, novel, buku agama (Islam,dll), rujukan, dan sebagainya.

Pemetaan yang bagus menjadi kunci amat penting bagi laku atau tidaknya sebuah buku. Dan berpengaruh sangat positif terhadap kelangsungan penerbit itu sendiri.

Bayangkan saja, jika ada buku yang berkali-kali cetak dan dibutuhkan berbagai lintas generasi, maka buku tersebut bisa dicetak sampai puluhan kali dengan jumlah setiap kali cetak ribuan eksemplar. Dalam hal ini, tak sedikit penerbit yang bertahan hidup dengan menggantungkan nasib pada buku jenis ini.

  1. Kualitas

Setelah dipetakan, bisa difahami dengan baik selera pembaca dan bagaimana mengambil hatinya.

Kalangan pemula dan yang masih asing dengan dunia buku, bisa ditarik dengan kualitas sampul, rekomendasi dari penulis yang menjadi publik figur, sinopsis yang memukau dan promosi yang ciamik.

Bagi mereka yang berada di tingkat menengah, biasanya melihat kredibiltas penerbit dan fanatik dengan penulis favoritnya. Maka penting bagi penerbit untuk “menyandra” penulis-penulis profesional dan berpasar untuk hanya menulis di tempatnya.

Karena, penulis jenis ini, akan selalu diburu karyanya. Pun, ketika belum ada karya yang terbit, karya yang lama akan selalu dicari, digemari dan dikeroyok penggemarnya.

Bagi kalangan yang berada setingkat di atasnya, sediakan buku-buku rujukan dengan harga yang melangit. Ini adalah strata teratas. Mereka sama sekali tak memandang harga. Ukurannya adalah kepuasaan; fikiran dan batin. Mereka akan selalu mencari dan menelaah apa yang dibutuhkan oleh akal dan jiwanya. Dan, mereka mendapatkannya melalui banyak buku yang dinikmati.

  1. Jangan Remehkan Peresensi

Inilah masalah yang sering diabaikan. Banyak penerbit yang tim promosinya abal-abal. Bahkan, ketika ada pembaca fanatik yang dengan suka rela menawarkan diri untuk menawarkan jasa marketing dengan hanya meminta buku yang akan dipromosikan, banyak di antara penerbit yang antipati.

Ya, peresensi. Merekalah salah satu ujung tombak laris dan tidaknya sebuah buku. Amat banyak peresensi yang dengan sukarela menawarkan jasa resensinya, padahal hanya diberi satu buku terkait.

Mereka melakukan itu karena idealisme. Mulanya, mereka berpikir. Bahwa buku yang bagus haruslah direkomendasikan agar semakin banyak orang yang berubah menjadi lebih baik selepas membaca sebuah buku yang bergizi.

Dalam hal ini, amat banyak penerbit besar yang welcome menerima peresensi sebagai tim promosi mereka, dengan tanpa memberikan gaji. Mereka memperlakukan para peresensi dengan amat baik; mulai dari menjalin kerja sama hingga menumbuhkan mereka.

Seperti yang dilakukan oleh Grup Tiga Serangkai, Grup Mizan, dan lain sebagainya. Bahkan, jika resensi yang dibuat oleh peresensi dimuat di media cetak (daerah maupun nasional), mereka dengan tangan terbuka siap mengalirkan rupiah ke rekening para peresensi.

Pada akhirnya, amat susah untuk menyimpulkan hal paling krusial terkait dunia penerbitan di negeri ini. Hanya sebuah pesan; teruslah memproduksi konten yang menarik. Menarik bukan sesuatu yang bombastis. Tetapi sesuatu yang dibutuhkan, aplikatif dan membumi.

Itulah karya-karya yang akan terus dibutuhkan oleh semua orang di lintas zamannya masing-masing. Sebab dari dulu hingga sekarang; nilai kebaikan tak akan pernah berubah.

Berharap Lebih Pada IKAPI, Boleh?

Poster Lomba Blog Pameran Buku Bandung 2014

Poster Lomba Blog Pameran Buku Bandung 2014

Hampir semua pembaca mengenal baik penulis favoritnya. Pembaca yang lebih teliti, akan mengenal baik mana saja penerbit yang selalu konsisten menyajikan buku-buku berkualitas. Mereka akan mendata dengan baik kredibiltas penerbit dengan penilaian yang detil. Tidak hanya tentang buku yang diterbitkan, tetapi juga tentang banyak hal; sampul buku, tata letak, jenis kertas, ukuran buku dan sebagainya.

Tapi, bisa jadi, amat sedikit yang mengetahui betul organisasi nasional yang menanungi penerbit di negeri ini, Ikatan Penerbit Indonesia, yang mafhum disebut dengan IKAPI.

Bagi saya, ini semacam fenomena biasa, meski ada unsur ‘zalim’ di dalamnya. Hal ini sudah menjadi kebiasaan di negeri ini. Sebagaimana dalam sebuah film atau pertunjukan lainnya, artis yang di depan layar jauh lebih terkenal. Padahal, ada ‘invsible hand’ yang menghasilkan sebuah harmoni kerja hingga artis tersebut bisa tampil dengan baik.

Dalam dunia perbukuan di negeri ini, IKAPI menjadi salah satu dari banyaknya ‘invisible hand’ hingga sebuah buku booming dan penulisnya melebihi keterkenalan seorang artis. Sebab, para penulis adalah artis intelektual.

Sedangkan aktor ‘invisible hand’ lainnya adalah penerbit dengan seluruh krunya. Mulai dari CEO, editor, penata letak, pembaca naskah, dan seterusnya.

Sedikit Lebih Dekat

Saya termasuk orang yang berlaku ‘zalim’ terhadap IKAPI. Padahal, saya sering menyebut diri dengan pencinta buku. Selain kolektor, saya adalah pembaca buku, peresensi, penulis dan juga penjual buku.

Kerjaan saya sehari-hari, apalagi jika istri sedang mengajar di sekolah, saya biasa menghabiskan waktu bersama buku. Bagi saya, tidur bersanding buku adalah sensasi tersendiri. Jauh lebih nyaman dan aman jika di banding tidur bersanding hand phone atau gadget lainnya.

Tapi, maaf yang sebesar-besarnya; saya tak banyak tahu, kenal dan paham tentang IKAPI. Saat melihat website resminya, hanya satu nama dari pengurus IKAPI yang saya kenal. Yaitu Pak Bambang Trim. Itu pun karena saya sering mengikuti dan pernah meresensi buku beliau.

Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) dipelopori dan diinisiatori oleh Sutan Takdir Alisjahbana, M. Jusuf Ahmad, dan Nyonya A. Notosoetardjo. Ia lahir seiring menggeliatnya semangat nasionalisme pasca merdekanya Indonesia di tahun 1945.

Atas semangat itu, pada 17 Mei 1950 IKAPI resmi berdiri di Jakarta. Waktu berjalan, organisisi yang memiliki visi Menjadikan industri penerbitan buku di Indonesia mampu memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri dan dapat berkiprah di pasar internasional ini terus berkembang.

Hingga kini, organisasi penerbit yang sudah berganti 13 ketua sejak berdirinya itu telah bercabang menjadi 24 IKAPI daerah provinsi yang tersebar di berbagai provinsi dengan total anggota 1.126.

IKAPI smbr: Repbulika Online

IKAPI smbr: Repbulika Online

 

Berharap Lebih, Boleh Ya?

IKAPI, sebagaimana tersebut di laman resminya memiliki program kerja yang disebut dengan Panca Daya. Meliputi:

  1. Usaha memperluas kesempatan membaca dan memperbesar golongan pembaca dengan jalan mendirikan perpustakaan desa.
  2. Usaha mengembangkan penerbitan buku pendidikan dan pengajaran dengan menarik biaya alat pengajaran.
  3. Usaha menyebarkan hasil cipta sastrawan indonesia dengan jalan mengekspor hak cipta dan mengekspor buku.
  4. Usaha melindungi hak cipta serta membantu penerbitan buku universitas dan buku-buku kategori kesusastraan.
  5. Usaha mengembangkan industri grafika bagi keperluan pencetakan buku.

Andai dijabarkan, kelima program ini sudah amat menyeluruh. Hanya saja, ada harapan-harapan lain yang hendak penulis sampaikan:

  1. Sosialisasi

IKAPI harus gencar memperkenalkan diri kepada masyarakat. Apalagi di zaman ketika publikasi menjadi sangat mudah dan murah ini. Harapannya, akan lebih banyak yang mengenal, memahami dan bisa turut berkontribusi dengan program yang digalakkan IKAPI.

  1. Perbanyak Program Gratisan

Benar jika dikatakan tak ada makan siang gratis. Yang dimaksud adalah adanya subsidi silang. Bentuknya bisa dengan menarik iuran wajib kepada banyak penerbit di negeri ini atau bentuk lain, dimana program gratisan yang didapat dari subsidi silang ini bisa dimanfaatkan oleh masyarakat secara luas. Khususnya kalangan pencinta buku di taraf menengah ke bawah dan mereka yang sama sekali buta aksara.

Gratisan bisa berbentuk buku atau pelatihan yang memberdayakan. Sebab industri perbukuan akan menjadi sebuah bisnis yang menggiurkan ketika dikelola dengan profesional dan; bisa menyerap banyak tenaga kerja.

  1. Lanjutkan

Jika ada kesalahan dalam tulisan ini, murni karena terbatasnya ilmu penulis. Mohon diimaafkan dan dibetulkan. 😀

Untuk program yang sudah bagus, silakan dilanjutkan. Sering-seringlah melakukan koordinasi dan terobosan demi majunya Indonesia yang kita cintai ini.

Setelah itu semua, terucap syahdu; semoga Tuhan Yang Mahaesa membalas semua kebaikan yang sudah dilakukan. Sungguh, yang tertulis tak bisa mewakili jasa yang telah ditorehkan. Berharap semoga amal baik ini akan diteruskan oleh generasi setelahnya.

Program-program seperti pameran buku dan sosialisasi buku lainnya bisa terus dilakukan di berbagai daerah. Yang terbaru, Pameran Buku Bandung 2014, semoga bisa membuat masyarakat semakin antusias untuk mencintai buku dengan segela tahapnya.

Semoga semua sponsor yang tulus (IKAPI Jabar, Syaamil Quran, dll) diberi balasan kebaikan dunia dan akhirat atas kerja yang sudah dilakukan.