Yang Beribadah Jauh Lebih Baik

 

Bagaimanapun, mereka yang beribadah jauh lebih baik daripada mereka yang enggan, bermalas-malasan ataupun banyak beralasan.

Mereka yang lemas karena puasa, tentu jauh lebih baik dibanding mereka yang tidak puasa namun lemas juga. Meskipun, yang berpuasa dan bersemangat jauh lebih baik.

Mereka yang mengantuk lantaran malamnya tahajud, adalah jauh lebih baik dari pada mereka yang siangnya mengantuk lantaran begadang dalam kesia-siaan. Tentunya, mereka yang malamnya tahajud dan siangnya tidak mengantuk bahkan bersemangat layaknya singa adalah yang terbaik dibanding keduanya.

Mereka yang miskin namun rajin memberi, bersedekah, adalah jauh lebih baik jika dibandingkan dengan mereka yang papa dan tak suka memberi. Apapun alasan keengganan mereka dalam berbagi. Tentu, akan jauh lebih baik jika mereka adalah golongan kaya raya yang sangat menyukai berbagi rejeki.

Mereka yang menulis, meski ilmu dan pendidikan formalnya terbatas, adalah lebih baik jika disandingkan dengan mereka yang tak bersekolah, malas belajar dan tidak pernah menulis. Tentu, yang rajin belajar, rajin bersekolah formal dan menulis adalah jauh lebih baik dari keduanya. Apalagi belajar dan menulisnya diniatkan untuk dakwah, meninggikan kalimat Allah.

Maka bagaimanapun, mereka yang beribadah jauh lebih baik dibanding mereka yang enggan, bermalas-malasan ataupun banyak alasan.

Kenapa Enggan Berderma di Jalan Allah?

predictionscoreofeuro2012.blogspot.com

predictionscoreofeuro2012.blogspot.com

Lalu, kenapa kita enggan mengeluarkan harta di jalan Allah? Untuk kepentingan sesama? Padahal sebelumnya, harta itu bukan milik kita, lalu ALlah memberikannya kepada kita, bukan untuk dimiliki, hanya dititipi.

Amatlah naif mereka yang menahan sesuatu yang bukan haknya. Sungguh! Harta harta itu adalah milik Allah, meskipun adanya di dompet, kantong atau kartu atm kita.

Manfaatkanlah ia di jalanNya, dengan sukarela atau Allah akan kembali mengambilnya. ( Pirman )

Berbagi itu Sederhana

 

Berbagi itu sederhana. Sama sederhananya dengan memberikan senyuman kepada siapa saja yang kita temui, baik lawan apalagi teman. Maka, benarlah apa kata sang Nabi, “Senyumu kepada saudaramu adalah sedekah.” Sedekah itu, sebelas dua belas dengan berbagi.

Berbagi itu gampang, segampang menyodorkan kue cemilan yang kita beli di warung pinggir jalan kepada teman duduk kita. Meski awalnya basa-basi, jika niat kita tulus, maka hal tersebut bukanlah ‘basi’ melainkan kelak akan menjadi kebiasaan baik. Karena berbagi, selamanya baik ketika yang dibagikan adalah kebaikan.

Berbagi itu mudah. Semudah memberikan seribu rupiah, misalnya, atau lebih banyak lagi kepada anak-anak yang kebetulan kita temui di masjid sedang khusyu latihan beribadah. Jika tulus, maka yang kita bagikan itu, meski belum banyak, insya Allah akan menjadi pelecut baginya untuk terus berlomba dalam kebaikan.

Berbagi itu, sangatlah sederhana. Sesederhana ketika kita mengajak sahabat kita ke masjid saat adzan berkumandang, “Ayo bro, ke masjid. Shalat berjama’ah.” Jika tulus, sabar dan ikhlas, insya Allah, hal itulah yang akan menjadi jalan kebaikan bagi kita, juga siapa saja yang kita ajak.

Berbagi itu, sampai kapanpun tetaplah mudah. Semudah membali bakso halal lima ribu rupiah, kemudian ditaruh di dalam mangkok, ambil sedikit nasi di rumah, kemudian kita panggil sahabat, saudara, anak atau istri kita, “Ayuk, kita makan rame-rame baksonya.”

Berbagi itu, selamanya akan selalu sederhana. Seperti ketika mendapat rejeki lima belas ribu misalnya, kemudian membelanjakan yang sepuluh ribu untuk membeli susu sachet sebanyak enam bungkus, kemudian membagikannya kepada enam teman yang pertama kita temui. Maka, ketika itu rutin dilakukan, satu sachet susu itu sangatlah berbekas di hati sahabat kita.

Ya, karena berbagi bukan masalah jumlah. Tak perlu banyak untuk berbagi. Tak perlu ribet untuk berbagi. Karena berbagi, memang sangat sederhana.

Pun, dengan membagikan cerita kebaikan dengan harapan, yang mendapat bagian terinspirasi dan terpacu untuk terus berlomba-lomba di dalamnya.

Asalkan perlu diingat, yang saya maksud bukanlah berbagi suami dengan istri-istri berikutnya. 😀 😛 😛 😛

Seratus Lima Puluh Ribu

150

Sedekah pada mulanya adalah berbagi. Apapun, asal kebaikan. Bahkan, mereka yang tak punya uang sekalipun, bisa bersedekah dengan senyum dan bermuka manis. Sabda Nabi, “Senyummu kepada saudaramu adalah sedekah.”

Tepat setelah Ashar hari kamis kemarin, saya merenung sembari mengulang bacaan surah ke 56. (kalau lupa, silahkan lihat mushaf. 😀 ) Bagi saya, surah tersebut merupakan kunci kekayaan. Bagaimana tidak? Dalam sajian singkat itu, terpampang pemandangan indah seputar surga dan pemandangan mengerikan terkait neraka. Sehingga, dua hal ini saja, jika dihayati, akan membuat kita berharap surga dan cemas ketika kelak dimasukkan ke neraka. Dan itulah kaya yang sebenarnya, ketika surga lebih kita harapkan seperti apa yang disajikan dalam surah tersebut.

Sesaat kemudian, saya baru teringat kalau ada beberapa teman yang melaksanakan puasa sunnah senin kamis. Maka, sayapun beranjak merogoh kantong. Niatnya, membelikan sedikit makanan untuk mereka ketika masa berbuka tiba.

Niat pun tertunaikan dengan gemilang. Hanya jus sirsak dan sedikit makanan khas Indonesia : gorengan. Hehehehehe 🙂 Nilainya hanya dua puluh lima ribu rupiah.

Tepat sesaat sebelum maghrib, ‘rampasan perang’ tersebut saya bagikan kepada mereka yang telah saya jadikan target. Alhamdulillah, rasanya nikmat ketika masih bisa berbagi, meski ala kadarnya.

Tak lama, adzan berkumandang, saya memilih menikmati teh tubruk buatan sendiri. Dan memakan gorengan rame-rame dengan teman-teman. Sekitar lima menit setelah adzan, ada bos yang menghampiri. Teman-teman tengah mengambil lapaknya masing-masing. Si bos tiba-tiba menyodorkan selembar berwarna biru, lima puluh ribu rupiah. Kata dia, “Buat tambahan jajan.” Dengan tanpa basa basi, saya berucap, “Ok Bos, terima kasih ya.”

Sekitar lima menit berselang, bos lain menghampiri (lagi). Kali ini, dia datang dari arah belakang. Dia pun menyodorkan selembar warna merah, seratus ribu, dengan berucap, “Buat tambahan beli pulsa, mas. Hadiah.” Tanpa koma, saya pun menerima hadiah tersebut dengan beriring senyum dan kalimat syukur, “Ok bos, terima kasih ya.”

Setelah kedua bos itu berlalu, saya baru berpikir. Ada dua rejeki beruntun. Jumlahnya pun lumayan bagi seorang karyawan pabrik seperti saya, Hehehehe.

Dalam jenak, kemudian saya berkesimpulan, “Mungkin, ini balasan dari Allah atas niat saya berbagi kepada teman-teman yang tengah berpuasa sunnah. Sehingga uang dua puluh lima ribu, dibalas tunai dengan seratus lima puluh ribu. Enam kali lipat. “

Sayapun hanya terdiam sembari bersyukur. Sungguh! Janji ALlah itu benar. Bahwa ketika niat kita lurus, maka Allah akan membuktikan janjiNya. Ah, akhirnya kita harus sepakat. Bahwa sedekah, jika dilakukan dengan ikhlas, hanya akan menghasilkan keberkahan bagi pelaku dan penerimanya. Semoga Allah terima setiap sedekah kita. KarenaNya semata, bukan lantaran janji pelipatgandaan yang kadang tertunda pelaksanaannya. Karena prinsipnya, berbagi itu indah dan menyemangati.

Maha benar Allah dengan firmanNya, “Tidak ada balasan bagi kebaikan kecuali kebaikan serupa.” ( 55:60)