Andai semua kita bisa menahan diri untuk tidak selalu mengatakan apa yang tidak atau sedikit diketahui, maka itu adalah jalan terbaik untuk tidak menyakiti saudara kita.
Karena sejatinya, komentar buruk, prasangka tak baik, adalah pertanda lemahnya iman. Pertanda jauhnya kita dari akhlak sang Nabi. Bukankah Manusia Teladan itu, tugas utamanya adalah menyempurnakan akhlak manusia? Lantas, mengapa kita serta mertamerasa menjadi paling benar ketika melihat sesuatu tak sesuai dengan isi otak kita?
Bukankah tindakan nabi membiarkan arab badu’i menyelesaikan kencingnya di masjid adalah teladan nyata? Lantas, mengapa kita masih sibuk mengkritisi saudara yang sama islamnya, sama shalatnya, hanya karena dia memilih berbeda jalan dalam berjuang? Kita sibuk mencari aibnya hanya karena dia hafal kitab suci kemudian digulingkan oleh musuh-musuhnya?
Ah, nampaknya yang bicara inipun tak banyak tahu. Hanya sebuah pengingat diri. Cukuplah kita mengatakan yang baik, yang kita ketahui kebenarannya. Atau memilih diam dan berdoa agar semua mendapatkan yang terbaik sesuai KuasaNya.
Sungguh! Perkataan buruk itu, tak menghasilkan apa-apa bagi mereka yang dijadikan objek. Keburukan kata-kata itu, cepat atau lambat, hanya dan hanya akan kembali menimpa pelakunya.
Hati-hati. Maafkan setiap khilaf yang terlontar. Yang sengaja atau tidak, yang besar atau yang kecil, yang tersembunyi atau terang-terangan.
Salam sepenuh cinta.